Minggu, 10 Februari 2008

Energi Alternatif dari Biji Nyamplung

Biji buah nyamplung yang selama ini berserakan dan dibuang tidak berguna ternyata bisa dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku minyak alternatif. Dua orang siswa asal SMAN Yogyakarta, Aditya Prabhaswara dan Fathur Rahman, telah membuktikannya.

Ide berawal dari keinginan untuk memanfaatkan biji buah nyamplung atau dalam bahasa latinnya Calophyllum inophyllum di halaman belakang rumah tetangga. Dua siswa yang meraih juara pertama lomba karya tulis SMA wisata iptek 2007 yang diadakan Kementerian Negara Riset dan Teknologi itu berhasil membuat minyak alternatif.

Pengolahannya pun sederhana. Selain itu ketahanan pembakarannya dua kali lipat lebih lama dibandingkan minyak tanah dari bahan bakar fosil. ''Awalnya karena saya melihat banyak sekali buah nyamplung yang berserakan tak berguna di halaman belakang rumah tetangga. Namun ketika dibakar ternyata bisa tahan lama," kata Fathur kepada pers, Selasa (29/1) di Gedung BPPT.

Buah pohon nyamplung atau yang juga dikenal bintangur selama ini memang belum dimanfaatkan. Biasanya yang dimanfaatkan adalah kayunya untuk kebutuhan konstruksi, furniture, pembuatan lemari, kapal, alat musik dan lain-lain. Bahkan getah daru kulit kayunya yang telah dipipihkan konon bisa dijadikan obat.

Pohon yang memiliki nama lokal cempaka hutan kasar (Sulawesi-red) ini, distribusinya memang tersebar luas di Indonesia. Mulai dari Sumatra Barat, Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Lampung, Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur. Selain itu pohon ini juga ditemui, di wilayah Malaysia, Filipina, Thailand, dan Papua Nugini.

Bintangur dapat tumbuh di dalam hutan hujan tropis serta tanah berawa dekat pantai sampai pada tanah kering di perbukitan dengan ketinggian 800 m diatas permukaan laut.Tanaman ini tumbuh subur dalam hutan-hutan tropis di Indonesia. Dari segi nilai ekonomi hutan, bintangur mempunyai nilai setara dengan meranti. Nyamplung biasa dipakai sebagai kayu pertukangan, antara lain untuk kayu lapis dan diekspor.

''Kami mengamati bahwa buah nyamplung selama ini tidak pernah termanfaatkan. Berdasarkan pengamatan fisik, buah nyamplung yang sudah tua dan jatuh dari pohon memiliki kandungan minyak,'' jelas Fathur. Dugaan ini, kata Fathur, semakin tampak jelas karena setelah buah nyamplung disulut dengan api, buah nyamplung tidak segera habis, namun dapat mempertahankan nyala api dalam waktu cukup lama. Hal ini kemungkinan karena adanya kandungan minyak di dalam biji nyamplung. Berdasarkan kejadian itu, ia melakukan penelitian mengenai pengolahan biji nyamplung menjadi minyak sebagai usaha untuk menanggulangi permasalahan kelangkaan minyak tanah.

Fathur dan rekannya mulai melakukan penelitian sejak Agustus hingga Oktober 2007. Dengan lokasi penelitian beberapa tempat di wilayah Yogyakarta. Dengan mempersiapkan beberapa peralatan mulai mengolah biji nyamplung menjadi minyak. Beberapa peralatan itu di antaranya, kompor, palu, blender, kain, gelas ukur 200 ml, neraca 3 lengan, biji nyamplung 1,5 kg, air, alkohol 96 persen, alat press, alat destilasi, dan penggorengan tanah liat dan kayu.

Cara pengolahannya, siswa-siswa SMAN 6 Yogyakarta itu mengambil biji nyamplung yang dikeluarkan dari cangkangnya dengan bantuan palu untuk kemudian dijereng tanpa minyak. Fathur mengungkapkan, langkah lainnya bisa juga dilakukan dengan bantuan oven, sebab tujuannya hanya untuk menguapkan kandungan air dalam biji nyamplung. Kemudian didinginkan, dan dihancurkan dengan blender khusus biji-bijian.

Biji nyamplung yang sudah hancur itu dipres menggunakan mesin pres untuk diambil minyaknya. ''Ini tahap pertama minyak bisa dihasilkan. Setelah itu ampasnya masih bisa diolah lagi, dan ampas yang terakhir bisa dibuat menjadi briket arang. Sebab kami memang menginginkan zero waste,'' ujarnya.

Untuk memanfaatkan lagi ampas ini, bisa dicampur dengan alkohol 96 persen untuk kemudian dibungkus dengan kain dan diperas kembali. Ini bisa menghasilkan minyak nyamplung dan alkohol 96 persen, untuk kemudian dilakukan destilasi. Akhirnya, untuk satu kali pengolahan bisa didapatkan dua bagian minyak nyamplung, satu bagian alkohol 96 persen, dan satu bagian ampas nyamplung. Fathur menyatakan setelah itu dilakukanlah uji perbandingan daya bakar antara minyak biji nyamplung dengan minyak tanah.

Dengan takaran 1 ml minyak biji nyamplung dan minyak tanah, diketahui bahwa minyak biji nyamplung bisa memiliki daya bahan bakar selama 11,8 menit dan minyak tanah 5,6 menit. Itu menunjukkan bahwa minyak biji nyamplung memiliki daya bakar dua kali lebih lama dibandingkan minyak tanah. Sedangkan untuk mendidihkan air dibutuhkan 0,9 ml minyak tanah, sedang minyak biji nyamplung hanya 0,4 ml.

Sumber : http://www.republika.co.id/koran.asp?kat_id=13

1 komentar:

Lokomotif Perubahan mengatakan...

Assalamualaikum. Wr. Wb.
Salam Pembebasan.

Saya mengundang Saudara untuk bergabung di media pribadi saya guna berbagi dan bersama membangun gagasan yang membangun dan bermanfaat untuk negeri.

Kami Yakin Jalan Panjang Perjuangan Kita Pastilah Akan Sampai Pada Penghujungnya Dan Rakyat Pasti Menang.

Riza Zuhelmy